Jumat, 16 Januari 2009

Pro dan Kontra UU Pornografi

Pro Kontra UU Pornografi Masih terjadi: Pro dan kontra menanggapi disahkannya Rancangan Undang-Undang Pornografi menjadi UU masih terjadi. Di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (31/10), misalnya. Para aktivis perempuan, LSM, organisasi masyarakat, dan kampus menolak dengan menggalang tanda tangan. Mereka berpendapat, UU ini bisa menjadi pasal karet yang memberangus kebebasan serta keragaman etnis dan agama.Sebaliknya di Jambi, ratusan warga dari berbagai unsur mendukung langkah DPR mensahkan UU tersebut. Pendemo menilai, payung hukum ini penting guna membentengi anak bangsa dari pengaruh buruk pornografi dan pornoaksi yang menyeruak di tengah-tengah masyakarat.Bagi Menteri Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta, UU ini sangat melindungi anak-anak dan perempuan. Sekarang tinggal sosialisasi, khususnya pada daerah yang menentang seperti Bali. "Untuk melindungi Bangsa Indonesia dari dampak buruk pornografi. Permasalahannya, kenapa harus ditolak," kata Meutia.Sejumlah materi dan substansi pada UU Pornografi masih dipersoalkan. Seperti pasal 1 yang berbunyi pornografi didefinisikan materi seksualitas dalam bentuk gambar, sketsa, ilustrasi, foto, tulisan, suara, percakapan, gerak tubuh melalui berbagai bentuk komunikasi yang dapat membangkitkan hasrat seksual. Frase membangkitkan hasrat seksual dianggap mengambang, multitafsir, dan subjektif.Sementara pasal 4, setiap orang dilarang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggandakan, menyebarluaskan atau menyediakan pornografi yang memuat ketelanjangan atau tampilan yang mengesankan ketelanjangan. Sedangkan pasal 10 berbunyi setiap orang dilarang mempertontonkan diri atau orang lain dalam pertunjukkan atau di muka umum yang menggambarkan ketelanjangan. Frase mengesankan ketelanjangan dan menggambarkan ketelanjangan juga dinilai multitafsir [baca: PDIP-PDS Walk Out].

Tidak ada komentar: